Too good : narasi x
Kedua cucu anak adam itu hanya terdiam saling memandang, yang satu hanya menundukkan kepalanya dan yang satu menatap sang empu dengan raut wajah yang tak bisa diartikan.
“Gak ada yang mau dijelasin?” tanya Gio saat dirasa sudah cukup lama dirinya dan juga Syakila terdiam setelah kepergian Marcello beberapa menit yang lalu.
“Bukannya kamu yang harusnya jelasin sesuatu ke aku?” Kedua alis Gio seketika terangkat saat mendengar Syakilla mengganti kata sapaannya.
“Kenapa saya?” “Kamu ngilang seminggu lebih, kalau kamu lupa.” Wajah sang gadis mendongak, menatap pemuda yang kini tengah menegakkan tubuhnya.
“Syakillaー” “Bunda nyariin, kamuー” Syakilla mengusap wajahnya gusar, sebelum kembali menatap Gio yang menautkan kedua alisnya, “seenggaknya kalo kamu enggak mau ngabarin aku, kabarin bunda. Bunda lagi sakit loh, dan bisa bisanya anak kandungnya sendiri enggak ngabarin atau bahkan jenguk bundanya.”
“Syakilla, sayaー” Gio menghela napas, memilih untuk beranjak dari duduknya dan pindah posisi, mencari tempat terdekat dengan gadis yang kini menatapnya kesal.
“Maaf, kalau saya seolah ngilang gitu aja dari kamuー” “Bukan seolah, tapi emang bener kamu ngilang gitu aja. Lebih parahnya lagi kamu ngilang juga dari keluarga kamu.” Sarkas Syakilla saat Gio sudah duduk tepat disamping kirinya.
Ia bisa melihat tatapan letih dari Gio, bertanya tanya dalam diri, sebenarnya, apa yang tengah dilakukan calon suaminya itu seminggu terakhir ini? Hingga membuat wajah yang terakhir kali ia lihat jauh berbeda dengan Gio yang sekarang berada di hadapannya. Terlihat lebih tua dengan kumis tipis serta lingkaran hitam yang menghiasi matanya.
“Sebenernya apa sih yang kamu lakuin, hah?”
“Syakilla,” pemuda itu menggeser tubuhnya, “Seperti yang sudah saya janjikan ke kamu, kalau saya akan kasih hukuman orang yang bikin kamu celaka seminggu yang lalu,” napasnya tercekat beberapa saat ketika Gio mengatakan hal tersebut dengan tangan yang mengusap pelan punggung tangannya yang ia letakkan pada bantal yang berada diatas kedua pahanya.
“Besok, pukul 8 pagi, tolong lihat siaran berita di Tv, saya ada hadiah buat kamu.” Ucap Gio seraya beranjak dari duduknya, menatap Syakilla dengan lembut serta senyum yang mengembang bersamaan dirinya yang mulai berjalan meninggalkan sang gadis yang masih mencerna setiap kata yang keluar dari bibir pemuda tersebut.
“Oh iya,” Lamunan Syakilla buyar saat ia kembali mendengar interupsi dari Gio yang kembali berjalan mendekati dirinya yang masih terduduk diatas sofa.
Pemuda itu menatap gadis dengan kedua tangan yang masuk kedalam saku celana kainnya, tersenyum tipis, dengan lesung pipi yang terlihat samar, namun Syakilla bisa melihatnya dengan jelas.
“Saya lupa mau ngomong ini,” tubuh lelaki itu sedikit membungkuk, hingga wajahnya kini sejajar dengan wajah sang gadis.
“Saya suka panggilan baru kamu ke saya.” “H-hah?”
“Aku-kamu,” “Saya suka. Terus manggil saya make aku-kamu, ya? Gue-lo cuma buat temen kan? Sedangkan saya, calon suami kamu, sudah sepatutnya kamu manggil saya make aku-kamu.” Puncak kepalanya di usap sekilas oleh Gio sebelum pemuda itu menegakkan kembali tubuhnya, bergerak meninggalkan Syakilla yang lagi lagi terdiam di tempatnya.
Tangannya bergerak menyentuh kedua pipinya yang terasa hangat, “Sinting gue... Gue udah sinting...”