Too good : narasi v
Matanya melihat satu persatu nomor pintu hotel, hingga ketika ia mendapati pintu kamar hotel bernomor 65, dirinya langsung membuka pintu tersebut. Matanya menatap sekeliling, sedikit berantakan dan ada beberapa serpihan kaca.
“G-gio?” lirihan suara yang terdengar, membuat pemuda itu tersadar dari paniknya, ia melangkah lebih cepat dan mendapati Syakilla sudah berdiri menghadapnya dengan rambut serta bajunya yang kusut.
“Gio..” sebuah pelukan yang cukup erat dirasakan Gio, tubuhnya sedikit limbung ke belakang saat Syakilla dengan tiba tiba nya memeluk pemuda itu.
Canggung? Pasti, namun melihat betapa hancurnya Syakilla saat ini, membuat Gio dengan buru buru mengusap dan membalas pelukan Syakilla tak kalah eratnya.
“I'm scared...”
“Hey... Don't worry, i'm here...”
Syakilla menangis, meraung, rematannya pada kaos abu abu milik Gio semakin kencang,
“I-iーi killed him, Gio..” Gio hanya mendengarkan raungan ketakutan dari gadis yang ia peluk, sesekali membisikkan kalimat kalimat penenang yang ia sudah tau bahwa itu semua tidak ada gunanya.
“Dia mauーhksーnyentuh aku, a-aku ngasih perlawananーhks, t-terus dia maksa aku terus, Gio...” “A-aku takut... T-terus aku nggak sengaja m-mukul dia make vas bunga.”
Syakilla masih bercerita dengan putus putus sebab tangis yang hebat, sedangkan Gio? Ia mendengar cerita gadisnya itu seraya memandang tubuh pria yang tergeletak di samping kasur king size hotel tersebut.
“I killed himーAku pembunuh, Gio...”
“Shhh, don't say that, Syakilla, don't worry, ok?” Gio melepaskan pelukannya perlahan, matanya menatap mata merah nan berair Syakilla, mengusap pipi tembam gadis itu perlahan, lalu tersenyum lembut dengan tangan yang mengusap dahi serta rambut yang menutupi setengah mata gadis itu dengan perlahan juga.
“Hey, listen to me,” kedua tangannya ia bawa untuk menyentuh kedua pipi Syakilla dengan ibu jari yang masing masing mmengusap pipi basah gadis itu.
“You save with me, kamu nggak perlu khawatir tentang itu, berhenti untuk nyalahin diri sendiri karena kamu nggak sepenuhnya bersalah, Syakilla. Kamu melakuka perlawanan, dan kamu sudah hebat untuk bisa melawan seseorang yang mau nyentuh kamu,” Gio kembali tersenyum diakhir kalimat.
“T-tapi dia meninggalー” “Is he?” Ia kembali memeluk Syakilla. “Coba saya periksa dulu keadaan dia,” Gio melepas pelukannya dan merapihkan rambut Syakilla yang berantakan sejenak.
“Dia belum tentu meninggal, Syakilla.” “Vas bunga yang kamu pukul ke dia itu, terbuat dari plastik, tapi dia kokoh, buktinya dia nggak pecah, kan?”
Syakilla mengikuti arah mata Gio yang menatap vas bunga, tergeletak beberapa centi dari pria yang tergeletak dengan tengkurap itu.
“Saya mau ngecek dia dulu, kamu tunggu sini, ya?” Syakilla hanya terdiam, namun ia perlahan melepaskan cekalan pada kaos Gio. Lantas, pemuda itu dengan segera melangkah mendekati pria yang terbaring tak sadarkan diri itu. Membalikkan tubuh yang sedikit gempal, dan mengamati setiap lekuk wajah milik pria brengsek itu.
Menyadari sesuatu, Gio kembali menatap Syakilla yang masih sesenggukkan, “Is he...?” seolah tau kemana arah pertanyaan Syakilla, gadis itu mengangguk sebagai jawaban.
“Ya, d-dia orang yang waktu itu di hotel,” “Waktu pertama kalinya kita ketemu.”