Too good : narasi ix

“KAKAK BENERAN KESINI???” Syakilla mau tidak mau menutup mulutnya dengan kedua telapak tangannya saat ia membuka pintu dan mendapati Marcello sudah berdiri disana dengan pakaian casual-nya.

Tangan sang pemuda direntangkan, “Welcome hug?” sang gadis mencebikkan bibirnya sebelum memeluk yang lebih tua dengan erat. Keduanya saling berpelukan hingga sesak mulai dirasakan.

“Masuk yuk! Ih asli, kakak kenapa tambah tinggi sih??” “Kamu yang gak numbuh, Mei.” “Enak aja!”

Marcello mengusap pelan puncak kepala Syakilla sebelum menutup pintu apartemen milik gadis itu, bergerak menuju sofa ruang tamu dengan tangan yang dimasukkan kedalam saku celana.

“Kak? Mau minum apa?” Kepalanya menoleh ke sumber suara, dimana Syakilla sibuk memperhatikan isi kulkas.

“Apa aja, Mei.”

“Hmm,” “Air putih aja, ya?” Gadis itu mengangkat sebuah botol air mineral, Persediaan minuman kaleng aku udah abis ternyata.”

“You shouldn't offering me a drink then.” Marcello berjalan mendekati Syakila yang baru saja menutup kulkas, berjalan berlawanan, menatap Marcello yang jauh lebih tampan dibanding ketika terakhir kali ia temui.

“Aku cuma basa basi.” Pundaknya dirangkul saat dirinya sejajar dengan Marcello, lalu menuntun gadis itu hingga duduk diatas sofa.

“Mau pesen makanan nggak?” “Boleh,” Syakilla meneguk segelas air dingin, “Kebetulan aku juga nggak ada persediaan jajanan, hehehehe.”

“Dasar.” sang pemuda mulai mengutak-atik ponselnya, hingga beberapa saat kemudian benda pipih itu ia letakkan pada meja ruang tamu dan menyandarkan punggungnya dengan tangan bersedekap dada.

“So, what's new?”

Keduanya larut dalam percakapan nostalgia dan beberapa hal baru yang mereka lewati selama tidak pernah berjumpa, gelak tawa, bahkan tangis haru menjadi suasana di antara anak cucu adam itu.

Marcello terus menerus memperhatikan bagaimana gadis di hadapannya itu bercerita mengenai dirinya beberapa bulan terakhir, bahkan sampai dirinya tidak sadar bahwa ia ikut tersenyum kala gadis itu menyampaikan beberapa candaan yang sebenarnya tidak begitu lucu.

Matanya terus menerus menatap Syakilla, hingga Syakilla tanpa sengaja ikut menatap Marcello yang jujur saja, itu membuatnya gugup.

“Cantik.”

“H-hah?”

“Kamuー”

Tok tok tok!

Marcello memejamkan sejenak, lantas kembali menatap Syakilla yang masih terdiam dengan mata yang membelalak.

Ia tersenyum, “Makanan-nya dateng, aku ambilin dulu, ya?”

“Eh?! Nggak bisa gituuu!” Syakilla ikut beranjak dari duduknya, “Kan aku tuan rumah, jadi aku yang harus ngeladenin tamu!”

“Ah, gituuu?” “Iyaaa! Udah kakak duduk disini aja biar aku yang ambil.”

“Berdua aja berdua.” Tangan kirinya di tarik oleh Marcello, membuat Syakilla menghentikan langkahnya.

“Cih, Kakak takut aku tinggal ke pintu doang?” Marcello tersenyum seraya merangkul pundak Syakilla,

“Bisa bisanya kamu bilang kayak gitu.” ia menyentuh kecil ujung hidung sang gadis.

“Yaudah, kalau gitu, aku mau ambil dompet dulu, kamu buka pintunya.”

“Cih, ini di bayarin kakak makanannya?” Marcello tersenyum manis, “Jangan protes.

Syakilla tertawa pelan, lantas segera mendekati pintu apartmen-nya.

Ceklek!

“Maaf, Pak, lama, jadi totalnya berapー” Syakilla seketika terdiam, menatap seseorang yang sudah tersenyum tipis yang tergambar samar pada wajah yang sedikit berkumis itu. Matanya menyorot kelelahan dengan ditandai kantung mata yang menghitam.

“Hai? Syakilla.” Suaranya bahkan sangat serak sejak terakhir kali Syakilla ingat.

“Mei, totalnya berapa?”

Sorot mata sendu sedikit melengkung itu perlahan memudar, digantikan dengan sorot mata datar saat dirinya mendapati bahwa yang ia lihat bukanlah hanya seorang Syakilla saja, melainkan sosok pemuda yang tak pernah ia tau.

“Oh? Temen kamu, Mei?”

“Mei?” Gio menirukan bagaimana Marcello memanggil Syakilla yang kini hanya menghela napas.

“Y-ya? Maaf, Mei, dia siapa?”

Syakilla lagi lagi menghela napas, memejamkan matanya sebelum kembali berucap.

“Ok, jadi Kak Marcello, dia Gio, anak dariー” “Calon suaminya Syakilla.” Potong Gio dengan cepat seraya mengulurkan tangannya tepat di hadapan Marcello yang terkejut.

Kedua alisnya naik, “Jadi, dengan siapa saya berkenalan? Dan kenapa kamu bisa ada di apartemen calon istri saya? Hm?”