Too good : narasi IV

Langkahnya terhenti begitu saja saat matanya menangkap sosok yang saat ini sedang ia hindariーGionino Baskara.

Berulang kali ia menggumamkan kata kata sial hingga tanpa sadar, seseorang yang ia hindari mati mati an itu sudah berada dihadapannya, memasukkan ponsel yang sedari tadi ia mainkan ke dalam saku celana

“Syakilla?” “ANJING! Ehーfuck....”

Gio terkekeh pelan sebelum menyadari betapa merahnya pipi gadis dihadapannya itu, membuat alisnya bertaut, “Syakilla, kamu sakit?”

“N-nggak! K-kata siapa gue sakit? Gak usah sok tau deh!” “Bukan gituー” “Apa?!”

Gio mengulum bibir bawahnya sekilas, “Pipi kamu merah, kayaknya kamu deman.”

Kalau bisa berteriak, Syakilla sepertinya sudah berteriak sedari tadi, memaki dirinya sendiri mengapa ia tampak memalukan dihadapan calon suamiーwhat the fuck she just thinking?????!!!!!

“Saya panggilin dokter, yaー” “Gak perlu!” Jawabnya cepat, netranya dengan cepat mengalihkan pandangannya saat tak sengaja bertemu tatap dengan pemuda dihadapannya itu.

Ia bisa merasakan tatapan khawatir dari Gio sebenarnyaーbutーwho cares??! yang Syakilla ingin lakukan hanyalah pergi dari sini dan tidak bertemu lagi dengan sosok dihadapannya ini karenaーia berani bersumpah bahwa kini ia benar benar malu.

Tidak ada konteks yang spesifik mengapa ia bisa merasakan malu yang amat luar biasa ini, pernyataan Gio terakhir kaliーyang sebenarnya biasa sajaーsepertinya adalah alasan mengapa Syakilla bisa seperti ini.

Ok, bisa disimpulkan bahwa sebenarnya, Syakilla bukan merasakan rasa malu, tapi dia benar benar SALAH TINGKAH! Akui saja bahwa gadis itu memang terlihat kekanakan dan berlebihan, karena pada dasarnyaーia tidak pernah diperlakukan seperti ituー i mean, meskipun 'perkataan' Gio belum benar benar dibuktikan oleh pemuda itu, tapi efek yang berdampak pada Syakilla benar benarーhahhh, sudahlah, intinya gadis itu sangat berlebihan.

“Syakilla?”

Lagi lagi ia terkejut, demi neptunus bikini bottom, Syakilla benar benar merasakan ada yang aneh dengan dirinya sejak ia sadar bahwa dirinya dan the fuckin guy in front of her ini akan menikah.

“Saya antar ke penginaー” “Gue mau ketemu Bunda.” putusnya dengan cepat seraya meninggalkan Gio yang membatu, mengamati gadis itu melewatinya tanpa menoleh lagi kearahnya.

“Gue ada salah apa gimana?”


“Tadi Ayah mu bilang kalo kamu mau nikah sama Gio, itu beneran, sayang?”

Syakilla hanya tersenyum simpul sebagai jawaban, Bunda nya ini baru saja siuman setelah tidak sadarkan diri selama 3 hari terakhir. Tangannya menggenggam tangan rapuh yang lebih tua, mengusap punggung tangan tersebut dengan ibu jari, berulang kali, mengusapnya dengan pelan, dan menatapnya dengan lembut. Penuh kehati hatian seolah itu adalah benda yang sangat rapuh.

“Cepet sembuh, Bunda...”

Suara pintu kamar yang terbuka, tak membuat Syakilla menoleh untuk melihat siapa seseorang dibelakangnya, ia masih sibuk menatap tangan yang menurutnya sudah rapuh itu.

“Makan dulu, Ma.”

Syakilla bisa dengan mudah menebak siapa seseorang dibelakangnya kini, jantungnya kembali berdegup cepat, ia gugup kembali, namun, ia berusaha menahannya sebisa mungkin, mencoba untuk memperlihatkan bahwa dirinya baik baik saja. Cukup kejadian di depan kamar rumah sakit yang membuat ia malu setengah mati.

“Dari mana aja, Gio..?” yang ditanya melirik sekilas pada Syakilla yang menunduk dengan tangan yang masih mengusap punggung tangan Diana.

“Ke kafe bentar,” pemuda itu menarik kursi di sebelah kiri ranjang rumah sakit, tepat diseberang Syakillaーyang masih menunduk.

“Gio suapin, ya?” Diana menggeleng dengan cepat, tangannya yang sedari tadi di genggam dan diusap oleh Syakilla, ditarik begitu saja, memilih untuk mengusap kepala Gio sekilas tanpa sadar bahwa perbuatannya itu membuat sang empu spontan mendongak, membuat Syakilla, lagi lagi menatap netra yang masih saja ia hindari.

“Mama bisa makan sendiri, Gio, kamu kira Mama ini udah tua banget apa, sampai di suapin segala.” Kekehan pelan menjadi akhir dari kalimat itu, Diana menatap kedua anaknya secara bergantian.

“Jadi,” “Sudah sampai mana masa pendekatan kalian, Gio, Killa?”


Asap vape mengepul di udara, mengikuti arah angin sampai dirinya ikut melebur diantara angin yang bergerak.

“Wangi.” Gio menoleh, menatap Syakilla yang sedang memejamkan matanya sebelum ikut menatap dirinya, “Wangi vape lo rasa strawberry, ya?”

Gio terdiam sejenak, tubuhnya bergerak mencari posisi ternyaman, mengistirahatkan kedua lengannya bertumpu diatas beton pembatas rooftop rumah sakit,

“Iya,” “Mau coba?”

Syakilla berkedip pelan, netranya menatap vape yang diulurkan oleh pemuda berkaos hitam itu, “Boleh?”

Hening, hanya suara samar kendaraan dan angin menjadi alunan musik diantara dua insan tersebut.

Gio kembali menarik vape yang ia ulurkan, menyesapnya dalam dalam sebelum mematikan rokok elektrik tersebut dan menyimpannya pada saku celana jeansnya.

“Jangan,” “Hm?” “Jangan sekali kali nyoba buat nge-vape.”

Gadis dengan rambut yang dikucir asal-asalan itu tertawa pelan sebelum membalik badannya, memilih untuk menyandarkan punggungnya pada beton pembatas.

“Tadi lo yang nawarin gue, mau nyoba apa nggak.”

Gio mengikuti posisi Syakilla, “Saya cuma basa basi.”

Keduanya terkekeh, memperhatikan rooftop rumah sakit yang lebih bersih dibandingkan dengan rooftop sekolahan yang terlihat kumuh.

Tadi, selepas keduanya menemani Diana memakan makan malamnya, Gio mengajak Syakilla untuk berbicara berdua dengannya. Awalnya gadis itu memang menolak ajakan pemuda yang kini berstatus 'calon suami-nya' itu, namun ketika ia lupa, bahwa saat itu, keduanya masih se-ruangan dengan Diana dan membuat perempuan paruh baya itu ikut membujuk Syakilla, dan yaaa, berakhirlah mereka disini, rooftop rumah sakit.

Merasa canggung, Syakilla berdeham pelan, “Pacar lo udah tau tentang kita?”

Gio menoleh, “Kita?”

“M-maksudnya, t-tentang perjodohan gue sama lo.” Syakilla menggaruk tengkuknya yang tak gatal, lagi lagi Gio membuatnya salah tingkah, gadis itu terus menerus menatap sepatu nya sendiri, terkadang juga mengayunkan kakinya seolah sedang menendang sesuatu dibawah sana.

Cukup lama keduanya terdiam, tak ada jawaban dari Gio yang membuat Syakilla mendongak dan melihat Gioーtakut takut kalau ia di tinggalkan sendiri di rooftop, namun siapa sangka? Justru tindakannya itu mampu membuat ia sesak napas dengan jantung yang berdegup cepat membuat ia menelan salivanya dengan susah saat ternyata, Gio sudah mengikis jarak antara mereka, tidak terlalu dekat sebenarnya, namun pemuda yang memilih untuk menghadapkan tubuhnya disamping Syakilla dengan tatapan yang sulit diartikan itu, membuat Syakilla gugup seketika.

Ia sudah mencoba untuk membuang rasa gugupnya tadi, namun kali ini, rasa gugup sialan itu datang kembali, dan gadis itu tidak bisa menyembunyikannya.

“Apa penting?” “H-hah?” “Apa pentingnya pacar saya tau kalau saya mau menikah sama kamu?”

What the ffffuー?!

Rasa gugupnya tiba tiba menguar entah kemana.

“Loーwahh lo brengsek juga ya ternyata?” Gio mengangkat sebelas alisnya sebagai respon. Raut wajah Syakilla sudah tidak ramah atau bahkan terlihat malu seperti tadi.

“Syakilla, sayaー” “Udah gue bilang 'kan, tadi di chat, gue bahkan fine aja kalo lo gak setuju sama perjodohan tiba tiba ini. Loー”

Syakilla menghela napas beratnya, “ーlo coba deh, bayangin jadi pacar lo sekarang. Misalkan lo yang tiba tiba ditinggal nikah sama pacar lo, apa yang lo lakuin? Apa yang lo rasain? Sakit 'kan? Bahkan bisa jadi lo stress akibat ini.” Gadis itu benar benar marah, Gio bisa melihat itu dengan jelas hanya dari tatapan tajam milik gadis itu.

“Syakillaー” “Gue nggak ngerti lagi ya sama jalan pikir cowok cowok brengsek kayak lo gini. Apa susahnya sih, ngasih tau yang sebenernya sama pacar sendiri, gak usah diem diem an terus tiba tiba ngasih undanganー”

“Syakilla... Sayaー” ucapan Gio terhenti saat melihat setetes air mata turun membasahi pipi tembam gadis dihadapannya itu.

“Syakilla, you okay?” Ia berbohong jika tak khawatir dengan Syakilla yang kini sedikit sesenggukkan.

“Syakillaー” “Bilang yang jujur sama pacar lo kalo lo mau nikah atas dasar dijodohin. Atau kalo lo mau, batalin aja perjodohan ini, gak penting juga.”

“Ini penting.” Ralat Gio membuat Syakilla semakin menajamkan tatapannya.

“Apa pentingnya dari pernikahan hasil dijodohin dan ngerusak hubungan orang, Gio? Hm?” “Palingan juga ujung ujung nya cerai.”

“Syakillaー” “Gue capek, mau balik ke penginapan.” Syakilla bergegas meninggalkan Gio yang hanya diam menatap punggung Syakilla yang perlahan menghilang.