Too good : after wedding | narasi (vii)
Syakilla mendorong pelan pagar rumah berwarna abu-abu itu, hingga ketika ia berbalik, hendak menutup kembali pagar rumahnya, pergerakannya terhenti ketika netranya menangkap sosok yang sudah berdiri di luar pagar.
Jantungnya berdetak tak karuan dengan genggaman pada kantong plastik obat milik Gio yang semakin mengerat. Niatnya terganti, Syakilla memilih untuk bergerak keluar, menghampiri sosok yang menatapnya sendu.
“Jean.” Sosok yang di sapa itu tersenyum ragu, memperhatikan Syakilla yang perlahan keluar dari pagar rumah gadis itu.
“H-haiー” “Lo ngapain disini?”
Matanya menatap tajam ke arah Jeandra, mantan kekasihnya yang tiba tiba meninggalkan dirinya untuk menikah dengan wanita lain. Such an asshole.
“I miss you..” Syakilla tertawa pelan seraya bersandar pada pagar rumah.
“Jean, lo nggak akan berhasilー”
“Aku tau,” Ia sedikit memajukan tubuhnya dengan helaan napas berat. “Aku kesini cuma pengen ngeliat kamu, itu aja.”
“Dan kenapa lo bisa tau rumah gue disini?”
”...”
“You're stalking me, aren't you?”
“Kiyaー” “Answer this, asshole.”
Jeandea menghela napas beratnya, “Tadi kebetulan aku liat kamu keluar apotek, aku mau panggil kami nggak bisa karena aku takut kamu ngehindar.”
“Dan lo milih buat ngikutin gue sampe rumah?”
“I'm sorry, Kiya.”
“Lo tau, gue bisa laporin lo ke polisi gegara lo ngikutin gue, Jean.”
“Aku tau.”
“Terus kenapa lo masih ngikutin gue?!!”
Jeandra bergerak semakin dekat, “Karena aku tau, kamu nggak akan ngelakuin itu.” Kedua netra masing masing saling menatap, dengan nafas yang memburu, Syakilla memutus kontak mata mereka terlebih dahulu.
“Apa jaminannya gue nggak akan ngelaporin lo?”
“Cause you're Syakilla.” “Nggak jelas. Pergi, Jean.”
Pemuda dengan balutan kaos putih serta celana pendek selutut itu semakin mendekat, pun dengan pergerakan Syakilla yang terhalang pagar rumahnya, membuat gadis itu tak bisa berbuat apa apa.
“Je-jean.”
Sang pemuda tersenyum manis, “Ternyata aku se-kangen itu sama kamu, Kiya.” Netranya memperhatikan wajah Syakilla dengan seksama dari dekat.
“Bahkan, kayaknya aku nggak akan cukup cuma sekedar ngeliat wajah kamu, meskipun sedekat ini.”
”...”
“Can i hug you?” “Jeanー” “Just once, can i?”
Keduanya saling menatap, dengan perasaan yang tidak bisa di artikan lagi, Syakilla bahkan tidak bisa berbuat apa apa kecuali menggenggam erat kantong plastik obat milik Gio yang masih berada di tangannya.
Merasa tidak ada respon dari Syakilla, Jeandra justru semakin mendekat, dengan tangan yang siap untuk merengkuh tubuh mungil sang gadis yang selama ini ia rindukan.
Perlahan, ia mencoba memastikan bahwa Syakilla baik baik saja ketika ia mencoba memeluknya.
“Nggak boleh pelukan di depan rumah orang.” Suara bass tepat di belakang Syakilla, membuat Jeandra menghentikan pergerakannya, pun dengan Syakilla yang terlonjak kaget seraya menoleh, dan mendapati Gio tengah menatap Jean dengan tajam.
“Gioー ini nggak kayak apa yang kamuー”
“Aku tau,” Pemuda dengan wajah yang masih terlihat pucat itu, tersenyum ke arahnya, bukannya merasa tenang, justru perih yang ia rasakan saat melihat bagaimana netra penuh amarah itu mencoba menahan seluruh perasaannya.
“Kiya, dia siapa?” “Seharusnya saya yang nanya ke kamu, kamu siapa? Kenapa ada di depan rumah kami?”
Alis Jean mengerut, “Kami?” Gio yang melihat itu, terkekeh pelan seraya menundukkan kepalanya sekilas sebelum kembali menatap pemuda yang tak tau malu itu.
“Kamu nggak tau?”
”...”
“Kami, Saya dan Syakilla.” Gio berjalan mendekati pemuda itu, “Kami sudah menikah.”
Gio bisa menangkap raut wajah terkejut Jean, pemuda itu melirik Syakilla yang masih menatapnya dengan tatapan datar, mencoba untuk meminta penjelasan dari sang gadis.
“Kiya, nggak mungkin, kan?”
“Kenapa nggak mungkin? Lo aja nikah tiba tiba tanpa sepengetahuan gue, mungkin mungkin aja tuh.”
Syakilla mengapit lengan kanan Gio dengan posesif, membuat sang empu sedikit terkejut dengan pergerakan Syakilla yang tiba tiba itu.
“Kayaknya gue setuju deh, sama apa yang lo bilang waktu itu,” Gadis itu tersenyum remeh, “Kalau karma, benar benar ada, meskipun gue nggak pernah doain lo biar dapet karma yang setimpal sama apa yang udah lo perbuat ke gue.”
Jeandra mengepalkan kedua tangannya erat, amarahnya meletup pada dadanya, “Sekarang pulang. Percuma kan, lo ngikutin gue? Gue udah jadi istri orang, Jeandra.”
Selang beberapa detik, pemuda itu akhirnya meninggalkan sepasang suami istri itu tanpa kata kata. Gio maupun Syakilla memperhatikan bagaimana Jeandra bergerak menjauh dan menaiki mobil putih yang terparkir tak jauh dari rumah mereka.
Hingga ketika mobil itu benar benar menghilang, Syakilla melepaskan tangannya pada lengan Gio, dan menatap pemuda itu penuh dengan perasaan bersalah.
Memangkup pipi Gio yang masih terasa hangat, “Gio… Kamu bisa marah sama akuー”
“Kamu lama banget…” Putus Gio seraya memeluk tubuh mungil Syakilla yang kaku, “Aku nungguin kamu tau, dari tadi, ternyata malah ngobrol sama mantan kamu. Cih.”
“GioーKamu… Nggak marah?” Sang suami menggeleng tanpa melepas dekapannya, “Ngapain marah sama kamu? Kamu keren gini, mana bisa aku marah sama kamu?”
“Giiii, serius ah.” Gio terkekeh dalam dekapannya sebelum ia melepaskannya, menatap raut wajah Syakilla yang masih terlihat panik.
“Aku serius,” Ia menangkup pipi Syakilla dan mengusap pipi kenyal itu dengan ibu jarinya, “Aku udah merhatiin kalian berdua pas pertama kali ngobrol.”
“Kamu keren. Aku nggak marah sama kamu bukan cuma kamu keren bisa galak sama dia.”
“Aku malah salut sama kamu yang masih berusaha nahan amarah kamu, padahal aku tau, jelas jelas kamu masih marah besar sama Jean perkara masalalu.”
Gio menggenggam kedua tangan Syakilla, “Dan aku seneng,”
“Karena?”
“Pas aku jujur sama Jean kalau kita udah nikah, kamu nggak marah.” Gio tersenyum bahagia, keduanya saling tatap dengan perasaan yang penuh sayang.
“Gio.” “Hmm?”
“Kayaknya kita harus.” Gio sedikit mengangkat kedua alisnya tak mengerti, “H-harus? Harus apa?”
“Backstreet.” Syakilla mengangkat tangannya hingga melingkari pundak Gio, “Kayaknya kita nggak usah backstreet lagi deh.”
Sang lelaki membelalakkan matanya terkejut, “Syakilla, kamu nggak harus maksa-inー”
“Aku nggak terpaksa, Gio.” Ia terkekeh kecil, “Lagian, apa salahnya jujur ke publik kalau aku punya suami ganteng, mana sabar banget gini? Hmm? Aku yakinnya mereka bakal iri sih, pas tau kamu suami aku.”
Syakilla tersenyum jahil, “Fans kamu pasti langsung patah hati.” Gio hanya menahan senyumnya dengan wajah yang mulai memerah, “Nggak papa, nggak papa aku kehilangan fans asal aku bisa bebas post kamu setiap saat, nggak perlu di akun gembokan lagiー”
“Kamu punya akun gembokan??!!!” Senyum yang merekah itu perlahan memudar, digantikan raut wajah yang panik, menatap Syakia yang juga tak kalah terkejutnya.
“M-maksudnyaー” “Coba liat!”
“L-liat apa?” “Akun gembokan kamuuuu! Aku mau liat!”
Gio menggelengkan kepalanya dengan cepat seraya melepas rengkuhannya pada pinggang Syakilla, “Ngg-nggak ada. A-kun gembokan apanya? Itu jenis makanan a-apa?”
Syakilla tersenyum mengejek, “Eiy, nggak usah malu gitu dong suamiku, kan aku cuma pengen tau, gimana bucinnya kamu di akun gembokan itu.”
“Syakilla.”
“Hmm? Apa? Gimana kalo kita mutualan di akun gembokan?” Syakilla sedikit melimbungkan tubuhnya hingga menempel pada dada Gio, yang empunya masih enggan untuk menatap Syakilla yang mendongakーmenatap dirinya dengan tatapan jenakanya.
“A-akun gembokan apa sih? U-udah ah, aku pusing, mau tidur.” Ia sedikit mendorong Syakilla hingga dekapan sang gadis terlepas, detik itu juga, Syakilla tertawa keras seraya melihat bagaimana Gio berjalan cepat meninggalkan dirinya, masuk ke dalam rumah mereka.
“Gio! Kasih tau doong, username akun gembokan kamuuu, biar aku follow dulu deeh, kalo kamu maluu!”
Syakilla masih tertawa sembari menutup pagar, dan ikut masuk ke dalam rumah.
“Gio! Heh! Mana akun kamuuuu!” “Aku gak punya akun gembokan!”
“Hahahahahahaha!!!”
“Bahagia banget kalian berdua.”
Senyum miring tercetak jelas pada wajah sosok yang sedari tadi terdiam di dalam mobil, memperhatikan sepasang suami istri itu.