Too good : after wedding | narasi (vi)
“H-hai?” “Oh?” Seorang resepsionis tersenyum ke arahnya, “Ada yang bisa saya bantu?”
“Uhm, Zielle-pedia a-ada di lantai berapa, ya?” “Gedung penerbitan itu, ya?” Syakilla mengangguk antusias.
“Ada di lantai 5, Bu, tapi…” “Apa sebelumnya ibu ada janji dengan salah satu karyawan atau atasan dari Zielle-pedia?”
Syakilla menggaruk tengkuknya yang tak gatal, “B-belum sih, emang harus buat janji dulu?”
“Betul, digedung ini, selain karyawan dan orang-orang yang mempunyai janji, tidak boleh masuk, Bu.”
Syakilla menggigit bibir bawahnya gugup, sesekali melirik sekitar yang mulai menatap dirinya, lalu ia kembali menatap sang resepsionis.
“Saya mau ketemu Gionino.” Wanita dengan seragam hitam bergaris putih pada bagian kancing itu lagi lagi tersenyum.
“Iya, Bu, Ibu harus buat janji terlebih dahulu.”
Sebenarnya, bisa saja dirinya menelpon Gio saat itu juga untuk menjemputnya di lobby, namun ketika ia mengingat tujuannya kemari untuk memberi kejutan sang suami, ia mengurungkan niatnya.
“Mbak t-tau siapa saya?”
Resepsionis itu masih memasang senyumannya, “Mbak Syakilla Meira.”
Syakilla menjetikkan jarinya, “Betul! Hehehe, jadi, boleh kan sayaー”
“Maaf, Mbak, ini sudah kebijakan pemilik gedung.” Syakilla melengkungkan bibirnya ke bawah.
“Mbak, please laaah, ayo bantu aku, please please pleasee…“ Sang resepsionis malah terkekeh ketika melihat bagaimana Syakilla memohon dengan kepalan tangan berada di depan.
“Sekali lagi maaf, Mbak Syakilla.” Gadis dengan sepatu Converse nya itu menghentakkan kakinya, “Di Raksa nggak se ketat ini tau. Cih.”
“Raksa sudah punya gedung sendiri, Mbak, dan kebijakan disana tidak seketat gedung ini yang menaungi beberapa perusahaan sekaligus.”
Syakilla mengerutkan dahinya penasaran, “Kok Mbak tau banget?”
“Kebetulan ada kenalan saya yang jadi karyawan disana.” “Oh ya? Siapa Mbak?”
“Rajendra.” “Oh? Si tinggi itu?! Itu mah Tim saya buat launching book kemarin, Mbak!” Si resepsionis dengan name tag Julia itu tertawa pelan.
“Jadi,” Syakilla merapatkan tubuhnya pada meja resepsionis, “Boleh kan….?”
“Hahaha, maaf, Mbak Syakilla..” Syakilla mendesah panjang dengan kaki yang kembali di hentakkan.
“Mbak, saya tuh mau ngasih kejutan ke Gio, saya bisa aja nih langsung telfon dia, tapi kan saya kesini mau ngasih kejutan ke Gio!”
“Maaf, Mbak Syakilla, saya nggak bisa bantu, ada keamanan yang masing masing jaga di depan pintu lift.” Syakilla ikut melihat arah tatap Julia, dan benar saja, ada beberapa orang yang berdiri di depan lift.
“Astaga, ni gedung ketat amat buset.” Syakilla berdecak pelan, netranya menatap tas yang tengah ia bawa itu.
'Kalo gue bilang yang sebenarnya, ni resepsionis bakal bantu gue gak?'
'Tapi kalo gue ngasih tau dia, Gio marah nggak ya? Maksudnya, gue gatau ni orang mulutnya gimana.'
“Mbak,” “Iya?” “Mbak mau aku kasih tau rahasia nya Gio, nggak?”
”...” “Tapi nanti kalo udah aku kasih tau, aku bantu buat masuk, ya?”
Julia tertawa pelan, “Mbak Syakilla, sayaー”
“Aku istrinya Gio.”
Hening.
Syakilla hanya memejamkan matanya, membukanya dengan perlahan dan menatap Julia yang tengah menatapnya terkejut, pun beberapa orang yang melewati dirinya berhenti seraya menatapnya heran.
“M-mbak?”
“A-aku udah ngomong jujur l-lohー”
“Ada apa ini?” Semua mata yang awalnya tertuju pada Syakilla, kini beralih pada wanita dengan balutan blouse merah maroon di padukan rok hitam diatas lutut yang memperlihatkan lekukan tubuhnya.
“Selamat siang, Bu Alin.” Mendengar nama itu, Syakilla yang awalnya terdiam, langsung membelalakkan mata.
“Oh? Ini Alin? Sekretaris nya Gio kan? Anterin gue dong, gue mau ketemu Gio.”
“Ada urusan apa kamu ketemu sama atasan saya?” Syakilla mengangkat tas yang ia bawa, “Mau lunch bareng.” Katanya dengan senyum lebarnya.
“Maaf, tapi Pak Gio lagi sibuk, dan juga, beliau akan makan siang bersama saya.”
“Oh iya?” Syakilla memajukan tubuhnya hingga lebih dekat dengan Alin, “Coba kasih tau Gio dulu, ada istrinya di bawah mau ngajak lunch bareng, kira kira dia bakal tetep milih lo buat diajak lunch bareng nggak?”
Senyum remeh terpatri pada wajah elok Alin hingga membuat Syakilla mengerutkan dahinya penasaran.
“Mbak… Mbak… Saya udah sering ngadepin orang yang ngaku jadi istrinya Pak Gio buat ketemu dengan beliau,” Alin memajukan tubuhnya sampai membuat Syakilla sedikit memundurkan langkahnya.
“Lebih baik anda keluar dari gedung ini, toh Mbak belum ada janji sama Pak Gio kan?”
Baru saja Alin hendak meninggalkan Syakilla, langkahnya terhenti saat mendengar suara gadis yang berada di belakang nya.
“Gue ngomong apa adanya kok.” “Kalau gue, istri Gio!”
Semua mata tertuju pada Syakilla dan Alin yang kembali berhadapan, “Kalo lo nggak mau nganter gue, yaudah, biar gue sendiri yang ke atas.”
Tangannya di cekal begitu saja oleh Alin saat Syakilla berjalan menuju lift, “Jangan seenaknya, ini bukan gedung kamu, dan kebijakan disini, orang yang tidak berkepentingan tidak boleh masuk.”
“Gue istrinya Gio. Dan gue mau ketemu sama suami gue.”
“Jangan gila.” Pergerakan Syakilla terhenti ketika suara Alin kembali menggema, “Kamu publik figur tapi kelakuannya kayak orang gila, main klaim kalau Pak Gio suami kamu, padahal Pak Gio sendiri belum menikah.”
“Lo yang harusnya gue gitu-in, orang gila kayak lo, nggak pantes jadi sekretaris nya Gio, liat, pakaian lo aja nggak mencerminkan gimana seorang sekretaris. Mau ke diskotik apa kantor lo?”
Cengkraman yang semakin kuat pada pergelangan Syakilla, tak membuat gadis itu meringis, justru, wajahnya semakin terlihat tegas menatap Alin yang sudah di bakar amarah.
“Jaga mulut kamu.”
“Dan lo, jaga sikap. Gue liat liat lo makin nempel sama suami gue, kenapa? Suka sama suami gue? Sayangnya, rasa suka lo bertepuk sebelah tangan. Gue minta maaf atas nama suami gueーshhh.”
Dirinya ditarik hingga semakin mendekati Alin, gadis itu sudah tidak sanggup menahan rasa sakit pada cengkraman erat pada pergelangan tangannya.
“Gila. Kamu. Gila.” Cengkramannya dilepas secara kasar, “Pak Budi!”
Tak lama setelahnya, seorang satpam berlari ke arah kedua gadis itu, “Ya, Bu?”
“Seret cewek gila ini keluar gedung, jangan sampai menginjakkan kaki nya di gedung ini lagi.”
Mata Syakilla membelalak kaget saat mendengar ucapan Alin, wanita itu hanya menatapnya tajam dengan tangan mengepal di sisi kiri dan kanan, lalu kepalanya kembali menatap pria paruh baya yang berada di samping Syakilla.
“Tunggu apa lagi? Seret keluar, Pak Budi.”
“E-eh?! APA-APAAN SIH?! P-pak! Saya bukan orang gila! Saya emang istrinya GioーIh! Jangan pegang pegang saya! Alin! Alin! Lo apa-apaan sih?!”
Alin hanya menatap bagaimana Budi mencoba menyeret Syakilla yang terus memberontak, melirik beberapa orang yang masih berada di lobby, memperhatikan bagaimana penulis terkenal itu di seret dengan paksa.
Tubuhnya berbalik, menuju lift dengan tangan mengangkat ponsel yang sedari tadi ia genggam.