Too good : after wedding | narasi (v)
Suasana ramai pada aula SM Global di lantai 3, membuat beberapa orang harus rela berdesakan di antara ratusan pengunjung yang datang.
Peluncuran buku terbaru Syakilla Meira, nyatanya tidak pernah mengecewakan, terbukti bahwa para penggemar nya yang rela mengantri demi membeli dan mendapatkan tanda tangan dari sang penulis.
“Acaranya sampe jam berapa?” Syakilla menoleh pada Aqia yang mengulurkan sebotol air mineral kepadanya.
“Sekitar jam 12, masih kurang setengah jam lagi.” “Huhh, makasih.”
Aqia hanya terkekeh pelan melihat bagaimana raut wajah Syakilla yang mencoba terlihat ramah, padahal gadis itu sudah kelewat lelah sebab berinteraksi langsung dengan banyak penggemarnya, ditambah ia sedang mengalami kram pada perutnya sebab menstruasi.
“Gue cariin jahe anget dulu buat nyeri lo, gimana?”
“Boleh deh, jujur, gue nggak kuat.” Bisik Syakilla.
“Gue bisa minta ini ke Pak Marcー” “Gak usah, tanggung, kurang setengah jam lagi, kan?”
“Lo yakin?”
Syakilla mengangguk, gadis dengan balutan blazer putih itu hanya menatap Syakilla sendu sebelum mengangguk ragu.
“Gue cari jahe anget dulu, kalau ada apa apa, langsung telfon gue, ok?”
Syakilla hanya mengangguk sebagai jawaban, dan ia kembali menyapa penggemarnya yang sudah mengantre di depannya.
Langkah gontai menjadi hal yang dimaklumi oleh Aqia kepada Syakilla, karena dirinya tau bagaimana lelahnya sahabat sekaligus atasannya itu.
“Pak Marcello masih meeting ternyata, Kil.” Gadis dengan raut wajah yang terlihat kusut itu hanya menghela napasnya perlahan.
“Yaudah, pulang aja.” “Yaudah, gueー”
“Syakilla.” Kedua gadis yang tengah berbincang di depan lift itu segera menoleh ke arah sumber suara, mendapati Gio dengan serangkai bunga pada genggamannya.
“Gio.” “Hai,” Gio menatap Syakilla sebelum tersenyum ke arah Aqia yang juga menatapnya, “Aqia, lama nggak ketemu.”
Aqia hanya tersenyum sebagai respon, “Gue tunggu di basemen aja, ya.”
Sepasang suami istri itu tersenyum pada Aqia yang perlahan menghilang di balik lift yang menutup.
“So, how was it?” Syakilla melengkungkan bibirnya ke bawah sebelum mendekati Gio, dan menempelkan dahinya pada dada bidang Gio, pemuda itu menyambut perlakuan Syakilla dengan mengusap puncak kepala gadis itu.
“Capek… Capek banget.” “Banyak yang dateng tadi?”
“Uhm..” Syakilla mendongak, menatap Gio tanpa memundurkan tubuhnya hingga jarak diantara mereka terlihat dekat.
“Kram juga perut gue, ck.” “Gara gara PMS itu, ya?” “Heem…” Syakilla melirik bunga yang masih ada pada genggaman lelaki itu.
“Buat gue?” “Oh?” Gio menatap sejenak serangkaian bunga tersebut, sebelum mengulurkannya pada Syakilla.
“For you,” Gio memasukkan tangannya pada saku celana, “Selamat buat novel baru nya, Grumpy.”
Syakilla memutar bola matanya kesal, “Berhenti panggil gue grumpy.”
“Kenapa? Padahal lucu, grumpy, kamu banget.” “I am not”
Gio tertawa pelan sebelum membawa tangannya menangkup kedua pipi Syakilla dan mencubitnya pelan.
“Mau makan siang bareng?” Syakilla menggeleng, ikut menggenggam punggung tangan Gio yang masih menangkup kedua pipinya.
“Kayaknya gue langsung pulang aja deh, sakit banget perutnya.”
“Aku anter.”
“Nooo, ini bukan jam pulang, lo mending balik kantor aja, eh makan siang dulu baru balik kantor, gue sama Aqia aja, dia juga udah di bawah, kan?”
Gio menghela napas, senyumnya tidak luntur sedari tadi.
“Aku anter sampai bawah.”
“Aqia jangan ngebut.”
“Lo udah bilang itu berapa kali, Gio?” Yang berada di mobil terkekeh pelan.
“Syakilla,” “Hmm?”
Kepala Gio sedikit merunduk, hingga kini sejajar dengan Syakilla yang sudah duduk di kursi penumpang mobil.
“Kalau udah sampai, mandi, makan, kalau nggak kuat mandi, gausah mandi, langsung makan aja, di kotak p3k ada heat pack, kemarin di rekomendasiin sama apoteker, katanya bagus buat ngeredain nyeri PMS gini, ok?”
Syakilla tersenyum sebelum mencolek pelan ujung hidung Gio, “Cerewet.”
“Aku serius, Syakilla.”
“Iyaaa, Pak. Siap. Udah, ya? Gue pulang dulu. Habis ini langsung makan terus balik ngantor, biar ngasilin duit banyak.”
“Hahaha,” Gio mengusap pelan puncak kepala Syakilla, “Hati hati.”