Too good : after wedding | narasi (ii)

“Syakilla, akuー” Ucapannya terhenti bersamaan dengan gadis yang mengacuhkannya, melewati Gio yang baru saja menginjakkan kakinya pada lantai dua. Matanya terus menatap Syakilla yang perlahan menjauh-menuruni anak tangga rumahnya, menghela napas sejenak, Gio kembali membuka suara.

“Aku naro sushi di atas meja makan, barang kali kamu mau, ambil aja!” Tidak ada sahutan dari sang gadis, pemuda itu lagi lagi menghela napas, memijat pelan tengkuknya yang terasa berat sebelum memasuki kamar pribadinya.


Kedua sepasang suami istri itu hanyut dalam pikiran masing masing dengan suara piring yang beradu dengan sendok sebagai musiknya, berulang kali juga, Gio mencuri pandang terhadap Syakilla yang hanya terdiam, fokus dengan makanan yang gadis itu buat beberapa saat lalu-saat Gio memutuskan mandi selepas kerja tadi.

Mata almond Gio menangkap sekotak sushi yang sepertinya tidak disentuh sama sekali oleh gadis di hadapannya itu.

Gio berdehem pelan seraya kembali menatap Syakilla, “Kamu nggak suka sushi?” Yang ditanya akhirnya mendongak, menatap Gio yang tersenyum lembut kepadanya.

Lantas gadis itu segera kembali menundukーfokus dengan makanannya,

“Suka.”

Gio mengangkat sebelah alisnya, “Terus kenapa sushi yang aku bawa nggak kamu makan?”

Helaan napas kesal terdengar dari Syakilla, hingga membuat Gio yang merasa ada hawa aneh dalam diri gadis itu, menegakkan tubuhnya dengan tangan yang meletakkan sendok diatas piring dengan hati hati.

“Lo nggak liat gue lagi makan?” Syakilla menatap sinis Gio, sedangkan pemuda itu hanya mengangguk sebagai jawaban.

“Terus kenapa nanya nanya mulu?”

Dahi Gio mengerut, “Syakilla, kamu kenapa?”

“Lo yang kenapa!” Gadis itu tiba tiba beranjak dari duduknya,

“Gue selesai.”

Lantas pergi meninggalkan Gio yang masih terduduk menatap kepergian Syakilla, netranya menatap piring yang masih berisikan setengah dari makanan yang di makan Syakilla.


Sudah sekitar 35 menit setelah Syakilla meninggalkan Gio di ruang makan dan pemuda itu memilih untuk membersihkan tempat itu, dan sejak saat itu pula, Syakilla belum juga keluar dari kamarnya.

Gio membasahi bibir bawahnya sekilas, menatap pintu putih yang tertutup rapat di hadapannya.

Perlahan, tangannya yang mengepal terangkat, mengetuk pelan pintu kamar Syakilla yang masih tertutup, sudah hampir 6 menit ia berdiri di depan pintu kamar Syakilla, sampai akhirnya ia memutuskan untuk mengetuk pelan pintu tersebut meskipun ada perasaan tidak enak pada batinnya, namun, terdiamnya Syakilla dan sinis nya gadis itu sejak tadi, membuat pikirannya dihantui dengan rasa penasaran.

Sebenarnya, apa yang terjadi dengan istrinya itu.

“Syakilla?”

tok tok tok!

“Syakilla kamu di dalam?”

Tidak ada sahutan.

Gio kembali mengetuk pintu itu, “Syakilla? Aku mau ngomong sama kamu, buka, ya?”

Lagi lagi, tidak ada sahutan dari dalam.

Rasa penasarannya akan sikap Syakilla, mendorong dirinya untuk beralih menatap knop pintu yang perlahan ia genggam, hinggaー

Ceklek!

“Nggak di kunci?” Tanya Gio pada diri sendiri dengan kedua alis yang naik.

Pemuda itu perlahan membuka pintu tersebut, hingga beberapa detik setelahnya, ia bisa melihat dengan jelas kamar rapi yang Syakilla tempati. Kakinya ia bawa berjalan mengitari ruangan tersebut, selama dirinya masuk ke dalam kamar Syakilla, ia tak pernah memperhatikan dengan seksama bagaimana rapih nya ruangan itu.

“Eh?” Gio menangkap bingkai foto yang terletak pada nakas disamping kasur, tangannya terulur untuk mengambil benda persegi itu, tersenyum bahagia sebab bingkai foto itu menghiasi gambar dua keluarga bahagia yang tersenyum disana.

Foto pernikahan Gio dan Syakilla.

“Bingkainya cantik, Syakilla punya taste yang bagus.”

Pemuda itu masih menatap lamat foto tersebut hingga suara pintu yang terbuka di belakangnya, membuat ia dengan cepat meletakkan bingkai tersebut dan memutar tubuhnya.

“Syakilla, akuー”

Keduanya terdiam dengan seribu bahasa, saling menatap dengan wajah yang sama sama terkejut, serta tubuh yang tak bisa digerakkan.

Bagaimana tidak? Kini dengan jelas, Gio melihat bagaimana Syakilla berdiri di depan pintu kamar mandi dengan handuk yang melilit tubuh eloknya.

MaksudnyaーHANDUK!

Syakilla hanya memakai handuk untuk menutupi tubuh polosnya dan sekarang, Gio dengan ekspresi kikuknya berada di hadapannya, tak bisa bergerak, bahkan untuk mengeluarkan suara pun sangat amat susah bagi keduanya.

Beberapa detik berlalu, Gio yang tersadar dengan apa yang terjadi, sontak segera membalikkan tubuhnya, membelakangi Syakilla yang masih terdiam kaku di depan pintu kamar mandi.

“A-aku tadi ngetuk pintu kamar kamu, t-tapi gak ada sahutan, m-makanya aku langsung masuk.”

Gio yang bingung harus bagaimana, beberapa kali ia menggerakkan tubuhnya ke kiri dan ke kanan, bermaksud untuk meninggalkan kamar Syakilla dengan segera namun jantungnya yang berpacu hebat serta berpikir jika dirinya balik badan, maka ia kembali disuguhkan tubuh Syakilla yang hanya terbalut handuk.

Maka dengan sisa kewarasannya, ia perlahan mundurーtanpa membalikkan tubuhnya dengan kepala yang menunduk.

“Syakilla, maaf..” Lirihnya seraya berjalan mundur dengan cepat dan menutup pintu kamar Syakilla dengan segera.

Napas tersengal, dengan tubuh yang bersandar pada pintu kamar Syakilla. Tangannya ia bawa untuk mengusak kasar wajahnya yang panik

“Gio, bego banget lo sialan.” Gumamnya seraya memaki dirinya sendiri dengan kembali menatap pintu kamar Syakilla yang tertutup.