Love at First Sight

Mood nya yang memang sudah buruk itu, semakin terasa buruk ketika ia melihat mobil hitam yang terparkir pada halaman kos nya, siapa lagi pemiliknya kalau bukanー

“Ra.”

Yang dipanggil terus saja melangkah, meninggalkan sosok pemuda yang kali ini berjalan mengikutinya, meraih pergelangan tangan Ameera hingga gadis itu berbalik, menatapnya.

“Siapa sih?” “Nggak usah drama.” “Lo yang drama! Ngapain kesini?!”

Itu Theo, faktanya, rasa kesal Ameera akan keputusan Theo untuk menjalin hubungan dengan Sabrina beberapa minggu yang lalu, masih membuat Ameera menjaga jarak pada pemuda itu.

Theo masih terdiam dengan jemari telunjuk dan tengahnya mengapit rokok Marlboro yang tinggal setengah.

“Sempro lu besok?” “Hm.” “Duduk dulu, bisa? Kaki gua pegel nungguin lu dari tadi.”


Theo menyodorkan beberapa keripik yang sempat ia beli tadi, punggungnya ia sandarkan pada kayu gazebo khusus tamu yang telah disediakan oleh pemilik kos yang menjadi tempat tinggal Ameera selama ini.

Kepulan asap rokok serta suara beberapa kendaraan yang lewat menjadi alunan serta saksi bisu nya kedua saudara tersebut.

“Gua putus sama Sabrina.” kunyahan Ameera terhenti saat dengan tiba tiba Theo memberikan fakta baru kepadanya.

“Bagus.” ungkapnya jujur setelah beberapa saat terdiam, gadis dengan rambut yang dikuncir asal itu kembali memakan keripik pemberian Theo.

“Lu mau tau nggak alasan kenapa gua pacaran sama orang itu?” “Nggak penting.” “Yakin?”

Theo kembali mengeluarkan sebatang rokok sebelum mengapitnya dengan kedua belah bibir yang sedikit menghitam itu.

Ameera melirik, “Nyebat terus.”

Suara korek api menjadi jawaban, Theo menghisap dalam dalam benda nikotin itu sebelum tangannya merogoh saku celana kiri.

“Nih,”

”...”

“Flashdisk lu yang ilang Agustus kemarin.”

“Kokー” “Gua tau ini telat banget, tapi ya, daripada nggak?”

“Tunggu tunggu,” Ameera membenarkan posisi duduknya seraya mengambil benda kecil berwarna hitam itu, “Kok flashdisk ini ada di lo?”

“Makanya, kalo ada orang mau jelasin sesuatu, dengerin, bukannya nge-block.”

Merasa tersindir, Ameera berdecak pelan.

“Lu inget kan kenapa flashdisk ini ilang?” Ameera mengangguk.

“Pas di perpus.” “Ya, setelah itu lu nangis nangis ke gua gara gara file proposal lu ada disitu semua.”

Theo menyesap rokoknya sebelum kembali berucap, “Yang ngambil Sabrina.”

“Lo… tau darimana?”

Theo mengedikkan bahunya pelan, “Gua nggak sengaja mergokin Sabrina jalan ke meja lu pas lu lagi nyari buku di rak 279,”

“Tapi sayangnya, gua telat, pas Sabrina udah ambil flashdisk lu, gua baru sampe ke meja, awalnya Sabrina kaget juga sih pas liat gua dateng, tapi ya gua pura pura bego aja.”

“Terus, korelasinya lo jadian ama Sabrina apaan?”

“Pas gua sampe ke meja lu, dia nanya ngapain gua kesini, gua bilang aja, nyamperin lu (Sabrina), lah dia percaya, abis itu yaudah, niat gua cuma mau ambil flashdisk lu balik, makanya gua pacarin, orang dia gua ajak makan siang bareng sekali udah baper, yaudah gas aja.”

“Anjing.” Ameera terkekeh pelan.

“Masih marah kaga?” “Ya menurut lo aja gimana?” “Harusnya kaga sih, gua udah rela macarin Sabrina sebulan.”

“Cih, itu pacaran apa ngekost.”

Keduanya terdiam, yang satu kembali menikmati rokoknya, dan yang satunya lagi menatap manik tajam lawannya.

“Makasih, ya.” Theo melirik, “Makasih lo udah berhasil ngembaliin flashdisk gue.”

“Sungkem.” “Tai.”

Keduanya tertawa, “Btw kok lo bisa ambil nih flashdisk?”

“Kepo lu.” Theo beranjak dari duduknya.

“Eh gue serius anying!” “Ya gua juga?” “Theo!” “Apa sayang?” “Ah anjing lo ahhh!”

Sang pemuda tak menggubris teriakan Ameera, ia memasukkan ponselnya ke dalam saku celana sebelum berbalik, meninggalkan Ameera yang masih terduduk dengan raut wajah kesal.

“Oh iya,” langkahnya terhenti, “Lu masih benci banget sama Sabrina?”

Ditatapnya manik mata yang perlahan berubah itu, tanpa Ameera jawab pun, sorot mata yang berhasil ditangkap itu, Theo sudah tau jawabannya.

“Besok sempro lu jam berapa?” “Sembilan.” “Penguji?” “Bu Nikmah sama Pak Dion.” Theo mengangguk, ia kembali melangkah mendekati Ameera, sebelum mengusap puncak kepala sepupunya itu.

“Good luck, besok gua bawain buket bunga segede gaban.”