fast enough
“Nah akhirnya diangkat, gimana? Lo jadi bimbingan kaga?”
”...”
“Yeuh, tau gitu gue ke Pak Kardi dari tadi,”
“Ya,”
”...”
“Santai,”
”...”
“Yot.”
pip
Ameera berdecak pelan sembari memasukkan ponselnya ke dalam saku celana, memperhatikan sekitar depan akademik lalu masuk perlahan dengan raut wajah yang cukup terlihat kesal.
“Emang bener kata si Rico kalo Fara doyan cancel jadwal, ck, sialan, Pak Kardi ada kelas kaga ya.”
Ia berjalan menuju kursi tunggu depan kantor akademik, memilih untuk melihat jadwal dosen pembimbingnya lewat website kampus, hingga ketika ia fokus mencari nama Pak Kardi, suara beberapa mahasiswa yang lewat di depannya membuat ia mendongak dengan alis mengangkat.
“Tapi dia ganteng,” “Miskin bangke, hahaha, gua juga gamau pacaran ama cowok miskin, adanya lu bakal di porotin ege.”
Topik dua mahasiswi yang melewati Ameera membuat gadis itu penasaran, namun ia memilih untuk mengabaikannya.
“Posternya di tempel di mading.”
“Gua bingung kenapa dia bisa masuk Universitas kita, secara masuk sini tuh awal masuk aja bayarnya bisa jutaan buat dapetin kursi.”
“Beasiswa katanya.”
“Sama aja, beasiswa kan juga perlu bayar bayar gitu kaga sih? Pas awal awal masuk.”
“Simpenan Pak Rektor kali.”
“Goblok, homo dong bangsat?!”
“HAHAHAHA, kali aja, tampangnya cocok jadi boti.”
“Bangsat, Dam, omongan lu filter dulu ngapa si.”
Cukup, Ameera benar benar penasaran kali ini.
Gadis dengan blouse hitam dipadu jeans itu segera beranjak dari duduknya dan mendekati gerombolan pemuda yang masih berdiri di depan tangga menuju lantai dua,
“Mading mana?”
Semuanya menoleh, menatap Ameera dengan raut wajah penuh tanya.
“Poster yang lo pada omongin tadi, di tempel di mading mana?”
“Poster nya si miskin?”
Benar dugaan Ameera, kalau beberapa orang yang melewatinya, membicarakan tentang hal itu.
“Iya.”
“Noh, depan Bank Mini, depan ruang F10ーlah anying?! Main nyelonong aja, minimal makasih kek!”
Kaki jenjangnya segera meninggalkan pemuda yang kini memakinya kesal, masa bodo dengan hal itu, yang ia pikirkan saat ini adalah,
“Anjing, kenapa rame banget di depan mading.”
Tanpa memperdulikan beberapa orang yang kesal sebab dirinya memaksa masuk ke dalam gerumunan mahasiswa di depan mading fakultas, akhirnya ia sampai, menatap ngeri pada poster poster yang penuh coretan makian.
Dengan perasaan yang campur aduk, tangannya segera merobek 4 poster yang telah tertempel disana.
“Ini majalah dinding fakultas, bukan akun gosip sialan, bisa bisanya nempelin informasi gapenting kayak gini disini!”
Hening.
“Bubar! Ngapain masih disini? Poster nggak guna ini udah gue robek semuanya, minggir!”
Beberapa bisikan mulai terdengar saat Ameera berusaha keluar dari gerumunan mahasiswa yang masih berdiri disana.
Dirinya kelewat marah, baru kali ini mading fakultas menempelkan informasi yang amat sangat tidak penting.
Atau, ia marah, sebab hal penting yang disebar luaskan melalui mading itu, adalah tentang seseorang yang ia sukai?
“Awas aja kalo namanya Jericho makin jelek perkara ini, habis lo yang nempelin poster gajelas ini di mading!”