fast enough
“Lo dari mana sih?” “Huh?”
Ameera yang sedari tadi terlihat tak tenang itu, akhirnya menoleh, menatap Arsel dan juga dua pemuda yang masih berdiri di tempatnya seperti awalーTheo dan juga Danu.
“G-gueーhuh,” ia menghela napas pelan, “Lo inget cowok yang gue ceritain terakhir kali kan, Sel?”
Theo mengangkat satu alisnya, “Cowok? Lu punya gebetan?”
“Diem dulu!” Ameera mengerutkan dahinya sembari mengatur napasnya yang masih tak beraturan.
“Yang lo nge-pap itu?” yang ditanya mengangguk antusias.
“Itu, dia ujian bareng gue.” “Hah?”
“Dia ujian bareng gue!!! Namanya Jericho!” Ameera mengusap wajahnya frustasi, “Gue tuh tadi ngibrit lari keluar ruangan soalnya mau ngejar tuh cowok! Anjrit lah malah ngilang, cepet banget jalannya anying.”
Ameera melengkungkan bibirnya ke bawah seraya berjalan, mendekat pada trotoar parkiran yang mulai sepi.
“Jericho Anggarayudha?” suara Danu membuat Ameera mendongak, menatap teman seangkatannya dengan mata membelalak.
“Lo tau?” Danu mengangguk, “Itu temen gua,”
Danu yang mengenakan kemeja merah maroon itu menggulung lengan kemeja panjangnya hingga siku bersamaan kakinya berjalan mendekati Ameera, bermaksud untuk ikut duduk disamping gadis itu.
“Pas OSPEK, gua sekelompok sama dia,” matanya menatap tatapan kaget Ameera, “Kenapa? Lu naksir dia?”
Ameera masih terdiam, kali ini matanya kembali seperti biasa, memilih untuk menatap sekitar, sebelum kembali bertanya pada Danu,
“Sekarang dia dimana?”
Danu mengedikkan bahunya pelan sebelum mengeluarkan ponsel dari sakunya, “Jam segini sih biasanya dia part time di kafe Bang Leo, Loenna Cafe.”
Tak ada jawaban kecuali ekspresi tanya dari Ameera, “Kakak kelas gua pas SMA.”
“Tempatnya dimana? Jauh?” “Sekitar 6 menit-an dari kampusーlah, Ra?”
“Mau kemana?” Kini berganti, Arsel menahan tangan Ameera saat gadis itu tiba tiba beranjak dari duduknya, hendak pergi meninggalkan ketiga temannya itu.
“Menjemput jodoh, BYE! Theo tolong bawain hadiah hadiah gue, ya!” Teriak Ameera seraya pergi meninggalkan tiga anak cucu adam yang menatap kepergian gadis itu dengan tatapan tak percaya.
Danu perlahan beranjak dari duduknya, memasukkan kedua tangan pada saku celana jeans-nya.
“Mau balik?” Itu suara Theo, bertanya pada Arsel yang kini menatapnya, diikuti oleh Danu yang mulai mengeluarkan kembali ponselnya.
“Iya.” Kata Arsel seraya bergerak menjauh,
“Bareng guaー” “Gue naik ojol aja.” “Bareng ajaー” “Ck.”
Tangannya ditepis begitu saja oleh Arsel seraya gadis itu membenarkan letak tas hitamnya, “Gak usah pegang pegang.”
Matanya menatap Danu, “Gue duluan, Dan.” Pamitnya sembari berjalan menjauh, menuju gerbang Fakultas Ekonomi kampus mereka.
Kedua pemuda itu masih menatap kepergian Arsel, hingga suara Danu yang tiba tiba terdengar, membuat Theo sedikit kesal karenanya,
“Udah 3 tahun, belum juga bisa ngeluluhin batu es nya si Arsel.” Ejek Danu dengan kekehan yang terdengar dibelakang.
“Berisik.” “Makanya, jangan sok-sokan gonta ganti pacar, mau lu gonta ganti pacar ampe seratus kali, Arsel nggak bakal peduli, malah makin ngejauh.”
Danu mengambil beberapa hadiah milik Ameera, “Kalo lu pengen bikin Arsel cemburu, bukan begitu caranya, sob,”
“Terlalu kekanakan, dan gua yakin itu nggak bakal berhasil, malah bikin lu ama Arsel jauh.”
Pundaknya di tepuk pelan oleh teman seperjuangannya saat SMP, “Tobat gonta ganti pacar, fokus ke Arsel,”
“Nggak usah kebanyakan gengsiー” “Gua nggak gengsi.”
Danu terkekeh, “Semangat deh.” ucapnya sebelum pergi meninggalkan Theo yang berdecak pelan seraya mengeluarkan sebatang nikotin.
Langkahnya sedikit tergesa saat dirinya keluar dari mobil putih miliknya, dengan jas yang masih melekat pada tubuh rampingnya, Ameera berjalan mendekati kafe yang beberapa saat lalu Danu bicarakan.
Ya, dia benar benar menyusul Jericho disana, ia sebenarnya tak tau pasti, apakah pemuda itu benar adanya disana, atau tidak, yang jelas, ia ingin segera bertemu kembali dengan sosok itu.
sosok yang benar benar ia kagumi.
“Selamat datang di rumah, mau pesan apa, Kak?” Matanya melirik sekitar, memastikan sosok yang ia ingin temui segera ia dapatkan keberadaannya.
“Kak?” “Eh, uhm... Yang oreo.” “Oreo crumb atau Oreo milky?” “Milky.” “Okay, jadi totalnya 25.000, ya, Kak, mau pake Qris atau cash?”
“Qris.” Ameera mengeluarkan ponselnya, menggulirkan beberapa aplikasi hingga ia menekan aplikasi mobile banking miliknya,
Sejujurnya, ia benar benar tidak fokus dengan suara waiters yang berbicara dengannya sedari tadi, matanya terus mencari keberadaan Jericho.
“Ok, sudah masuk ya, Kak, Kakak nya mau di atas atau di bawah?”
“Bawah aja,” “Ok, mohon ditunggu ya, Kak.”
Jantungnya berdetak kencang saat perlahan memasuki ruangan yang bernuansa vintage, ditambah musik yang di putar sangat cocok dengan vibes yang ada, sehingga menambah kesan pertama Ameera memasuki kafe yang sepertinya masih baru ini dengan baik.
Kakinya tak berhenti dengan jari telunjuk yang mengetuk pelan meja bulat kafe.
Belum, Jericho belum sama sekali menampakkan batang hidungnya, Ameera menggigit bibir bawahnya, pikirannya melayang pada Danu yang kembali mengatakan bahwa Jericho part time di kafe ini, tapi mana?
Bahkan dari awal dirinya masuk ke dalam kafe yang tidak seberapa ramai ini, Jericho belum juga tampak.
Ameera pun juga berkeliling, selain menunggu pesanan dan juga melihat interior kafe yang terbilang bagus, bahkan jauh lebih bagus dari beberapa kafe yang sering ia kunjungi, ia juga berharap mendapatkan keberadaan Jericho.
Tapi nihil, ia naik ke ruang atas pun tak ada wujud dari seorang pemuda yang ia kagumi itu.
“Danu bohongin gue nih pasti.” Ameera berdecak pelan seraya membuka ponselnya, hendak protes pada Danu dan mencaci maki temannya itu,
“Atas nama Ameera?” “Oh, iya, Masー”
”...”
“Jericho?!”