believe or not | sequel of Too Good : narasi i

Matanya mengerjap perlahan, mengamati ruang gelap yang berada di hadapannya, sedikit memicing saat dirinya tak sengaja melihat secercah sinar dari dalam sana, sedikit oranye, persis warna lampu kamar tidurnya.

Ia memilih melangkah untuk mendekat, mendorong pintu yang sedikit terbuka itu, sebelum ia benar benar masuk, memperhatikan suasana ruangan yang hanya diterangi lampu tidur.

Hingga ketika ia kembali berjalan, ia melihat sosok perempuan yang tengah tertidur lelap, dengan selimut yang menutupinya setengah tubuhnya, damai, dengan poni sedikit menutupi wajahnya.

Dengan rasa penasaran yang semakin menggebu, ia mendekat, mencoba untuk mencari tau siapa sosok itu, sampai ketika ia tepat berada di samping kasur, suara deritan pintu yang terbuka membuat ia mengurungkan niat.

Tubuhnya otomatis berputar, memilih untuk melihat siapa yang ikut masuk ke dalam ruangan gelap itu. Penerangan yang minim, membuat ia memicingkan mata saat ia melihat bayangan sosok di tengah pintu, berjalan pelan dengan jaket serta masker yang menutupi sebagian wajahnya.

“Siapa?” Suaranya mengambang, ia bisa merasakan bahwa suaranya tidak bisa ditangkap oleh sosok yang kini mulai mendekat.

Dirasa tak ada jawaban, ia mendekati sosok itu hinggaー

Ia bisa mengenal dengan jelas siapa sosok tersebut.

Dadanya sesak, ketakutan semakin menjalari tubuhnya, ia mundur perlahan bersamaan sosok itu yang terus mendekat, suara napas yang terdengar sesak itu lantas segera terhenti ketika ia tak sengaja menabrak nakas di belakangnya.

Keringat dingin yang bercucuran, tangan gemetar, ia mencoba untuk mengambil beberapa alat yang bisa ia raih, matanya terus menatap sosok yang tengah berdiri di depan kasur, terdiam, entah siapa yang ia tatap.

Isakan yang mulai terdengar, kaki yang melemas, ketakutan yang terus menjalari tubuhnya, perlahan ia menarik selimut, ia terduduk di atas kasur, menutup wajahnya yang mulai basah akan keringat dan air mata.

“Syakilla.”

Suara itu.. Ia bisa mengingat nya dengan jelas, peristiwa yang benar benar membuatnya ketakutan, terulang kembali.

Ia perlahan membuka tangan yang menutupi wajah, sedikit melirik sosok itu, sebelum ia melirik sosok perempuan yang sebelumnya menjadi target rasa penasaran.

Perlahan ia menggeser tubuhnya, sedikit menarik selimut serta poni sosok tersebut, hingga ia bisa melihat,

Ada dirinya yang lain disana.

Nafasnya semakin tersengal, berteriak pun ia tak bisa, meraung keras, berusaha untuk menghentikan sosok misterius yang perlahan menaiki kasur, dengan tangan yang menggenggam belati.

Penerangan yang minim tidak membuatnya tak tau apa yang tengah di genggam sosok misterius itu, benda yang mulai ia ayunkan ke udara.

Dengan sisa tenaga yang kuat, ia hanya bisa menangis, berteriak sebisa mungkin, berteriak, agar dirinya bisa kembali ke realita,

Berteriak, agar dirinya, tak merasakan rasa sakit itu lagi.

“ALIN, BERHENTI!”

“Syakilla!”

Tubuhnya terduduk seketika bersamaan dirinya kembali pada realita, matanya yang basah, serta keringat dingin yang bercucuran, membuat ia semakin menangis ketakutan.

“Syakilla.” Suara di sampingnya membuat ia sedikit terlonjak sebab efek mimpi yang benar benar terasa nyata, dilihatnya sosok lelaki yang kini menatapnya khawatir seraya mengusap bahunya pelan, mencoba menenangkan.

“G-gio..”

Direngkuhnya tubuh Syakilla, sang empu hanya mengerat pelukannya, berucap syukur dalam hati sebab ada seseorang disampingnya, ada seseorang ketika ia bermimpi buruk.

Ada seseorang yang bisa diandalkan, ketika memori kelam itu kembali muncul.

“Sshhh, i'm here, i'm here…”

“Takut… hks, i-itu muncul lagi…”

Merasa paham akan pembicaraan sang istri, usapan pada punggung sempit itu terhenti sejenak, sebelum ia kembali mengusap nya penuh afeksi,

“It's okay, kamu jangan khawatir, ada aku, sayang, aku akan ngelindungin kamu. I'm sorry, maaf ninggalin kamu sendirian kemarin.”