2018tobewithyou.

“Astaga!” Aluna terperanjat kaget saat mendapati Arlan duduk di atas kursi belajarnya.

“Kamu kebiasaan! Bisa nggak sih, jangan ngagetin?!”

Sang pemuda hanya tertawa pelan dengan kedua lesung pipi yang terlihat,

“Aku tadi ngetuk pintu kamar mu lama, yaudah aku masuk.” Arlan beranjak dari duduknya,

“Abis dari mana?” “Kamar mandi.”

Keduanya terdiam, saling menatap.

“Udah minum obat belum?” Tanyanya dengan tangan yang mengusap kepala Aluna. Sang gadis mengangguk seraya tersenyum manis.

“Tadi agak seret, terus obatnya susah di telen, pahit.” Sudah kebiasaan Aluna yang selalu mengadukan perihal apapun kepada Arlan, dan pemuda itu, cukup baik untuk memberikan respon yang seringkali mampu membuat Aluna terlampau senang.

“Aku bawa permen,” Arlan merogoh sakunya, “Nih, biar pahit nya nggak kerasa.” Ujarnya sembari memberikan sebuah permen warna merah.

“Kamu kenapa selalu bawa permen pas kesini?”

“Jaga jaga, kalo kamu ngalamin kaya gitu lagi.”

Aluna berjalan pelan menuju kasur sebelum merebahkan tubuhnya dengan santai disana, mengabaikan bahwa masih ada Arlan yang terus menatapnya.

“Besok masuk sekolah.” “Bagus dong.”

Aluna berdecih pelan, “Kamu tau kalo aku benci sekolah.”

“Kamu nanti punya banyak temen kalo sekolah.”

“Mereka kan gak mau temenan sama aku.” “Kamu belum nyoba.” “Udah, kamu tau sendiri, Arlan.”

Aluna mendengus kesal, “Aku pengen homeschooling.”

“Nggak asik.” “Kenapa? Emang kamu pernah homeschooling?”

“Pernah. Aku kesepian, mending masuk sekolah aja.”

“Pas kapan?” “SD.”

“Aaaaaaaaa! Aku benci sekolaaaaaaah!”

“Kamu masuk di sekolah baru ku aja, Arlan.” “Kenapa?” “Biar kita terus bareeeeng, yaaaa??”

“Kamu mau banget kalo kita satu sekolah?”

“Iyalah! Asik tau, nanti kita kemana mana bareng, kayak anak kembar!”

Arlan tertawa pelan, dirinya memilih untuk duduk di samping Aluna yang masih merebahkan tubuhnya,

“Nanti aku bilang ibu ku dulu ya?”

“Buat?” “Pindah sekolah.”

“Serius?!!” Arlan melihat bagaimana mata binar Aluna yang selalu berhasil membuat dirinya merasa bahagia, merasa bahwa dirinyalah yang harus membahagiakan Aluna.

“Tapi nanti kita beda kelas.” “Nggak papa! Yang penting aku bisa ketemu kamu setiap hari! hehehehe.”

“Tapi Aluna,” “Ya?”

“Pas di sekolah, kamu harus mau temenan sama yang lain ya?”

“Kenapa?”

“Biar kamu dapet banyak temen.”

“Maksud aku, kenapa kamu terus terusan bahas temen? Kamu udah nggak mau temenan sama aku lagi ya?”

“Bukan begitu..”

“Hahhhh, iyaiyaaaaa, nanti aku cari temen, tapi nggak janji.”

“Setidaknya kamu udah berusaha, Arlan pasti seneng.”